Tulisan ini yang mengantarkan saya menjadi juara 2 dalam story competition yang diselenggarakan oleh Indosat IM3 pada peringatan Hari Ibu tahun lalu. Semoga menginspirasi pembaca.
Sosoknya yang kuat, sekilas wajahnya terlihat begitu tegar. Hidup mandiri sejak dibangku Sekolah Dasar. Ia hidup dikeluarga pekerja keras, mau tak mau ia harus bekerja keras untuk membantu usaha Bapak dan Ibunya. Dia adalah Mamah. Mamah hanya lulusan SD, Orang tuanya yang sekarang aku panggil mereka dengan sebutan Kakek dan Nenek adalah keluarga pekerja keras. Hidup di jaman dulu ditengah-tengah keluarga yang punya usaha dirumah memang tak bisa melanjutkan sekolah yang lebih tinggi. Mamah sempat masuk SMP, namun tidak sampai lulus. Kakek dan Nenek yang begitu keras, sangat jauh punya mimpi anaknya bisa sekolah tinggi. Yang penting bekerja, bekerja dan bekerja, merintis usaha Pabrik Tahu yang mulai dirintisnya dan pada saat itu memang mengalami kemajuan yang pesat. Mamah termasuk anak perempuan yang paling besar, punya 1 kakak laki-laki dan 1 adik laki-laki, serta ia harus membagi waktunya dengan 4 adik perempuannya.
Dirumah, setiap pekerjaan rumah dibagi rata. Siapa yang akan memasak, siapa yang menyapu rumah, siapa yang mencuci dan setelah selesai semuanya sama-sama membantu menggoreng tahu yang akan dijual ke pasar esok harinya. Setiap hari bekerja seperti itu, sudah punya kewajiban masing-masing. Jika Nenek pulang dari pasar dan melihat rumah berantakan, belum disapu, belum ada nasi dan lauk Nenek pasti akan marah, semuanya pasti kena. Padahal waktu itu, Bulik dan Om masih terbilang masih remaja, ada yang masih duduk di bangku SD pula. Waktu yang seharusnya buat belajar dan bermain bersama temen-temennya, ia pakai untuk bantu-bantu dirumah. Ya menggoreng tahu, ya bantu bikin tahu, bantu menggiling kedelainya atau pekerjaan yang lain.
Hingga aku duduk di bangku SD aku masih melihat Bulik menyempatkan untuk membuat Tahu dan menggoreng Tahu disela-sela kursus menjahit. Karena dirumah hanya tersisa 3 orang saja, yang lain sudah harus ikut suaminya, termasuk Mamahku. Dari aku duduk di kelas 5 SD mungkin sekitar tahun 2000, aku akhirnya pindah ke rumah Kakek dan Nenek, aku tinggal dirumahnya beserta adikku karena Mamah dan Bapak harus merantau di Jawa Timur.
Aku yang masih suka main sana sini dengan temen baru didesa Kakek dan Nenek sepertinya harus berhati-hati. Karena Nenek pasti akan memperlakukan aku sebagaimana ia memperlakukan anak-anaknya. Nenek yang galak dan keras, pulang dari pasar kalau lihat rumah berantakan, lantai belum disapu, piring kotor diatas meja, atau melihat ada beberapa piring kotor yang belum dicuci aku dan adikku kena marah. Padahal kami juga baru saja pulang sekolah, waktu sekolahku tidak pindah, masih disekolah lama yang jaraknya sekitar 3km dari rumah Nenek. Itu aku tempuh dengan naik sepeda bersama adikku, sepeda BMX dan aku berdiri dibelakang (pengen banget ngulang moment ini lagi).
Jadi, mulai saat itu pula, aku berusaha menghindari supaya tidak kena marahan Nenek. Pesan Bulik dan Mamah sama, karena memang sama-sama dikeluarga yang keras dan tau bagaimana cara ngadepin Nenek yang sering marah-marah. Bulik dan Mamah berpesan harus mandiri ya, sebelum berangkat sekolah ya bantu-bantu, bantu nyuci piring dan nyapu rumah dulu. Jadi pas pulang sekolah, keadaan capekpun rumah sudah bersih. Setiap hari aku dan adikku belajar untuk membiasakannya. Walau masih kena marah, setidaknya rumah sudah terlihat bersih dan rapi.
Mamah sudah belajar banyak saat maish muda, ia harus mandiri, bekerja keras membantu usaha orang tuanya. Sekarang, Mamah mengajarkan anaknya seperti itu juga. Tidak keras memang, tapi tegas dan disiplin. Tidak perlu diingatkan berulang-ulang, mau gak mau biar gak kena marah, aku yang harus membiasakan hidup mandiri.
Mamah memang tidak bisa sekolah tinggi, hanya sampai SD saja. Tapi Mamah punya mimpi dan keinginan yang besar, bahwa semua anaknya harus punya Gelar. Anaknya harus sekolah tinggi. Mamah benar-benar membuktikan, Disaat keluarga sedang sulitpun Mamah tetap berjuang untuk anaknya, Bekerja untuk ketiga anaknya supaya anak-anaknya bisa sekolah tinggi.
Masa muda Mamah sepertinya memberi hikmah yang positif, semuanya ditularkan kepada anak-anaknya. Mamah juga sering marah sama seperti Nenek, tapi Mamah tidak keras. Aku yang sekarang masih tinggal bersama Nenek juga bisa mengambil hikmahnya. Dulu, aku selalu dimarahin Nenek kalau ketika sore sehabis mandi aku maen ke tetangga, ngobrol diteras orang. Aku selalu dimarahin kalau Nenek melihat piring kotor di atas meja. Apalagi kalau liat lantai kotor, kena marah semuanya.
Semua itu, aku ambil hikmahnya. Kenapa Nenek dan Mamah marah seperti itu, semuanya juga demi kebaikan aku. Nenek dan Mamah gak pengen liat anaknya jadi anak yang malas, anak yang gak mudeng pekerjaan, gak mau anaknya jadi anak manja. Nenek membuat Mamah dan Bulik bisa hidup mandiri, tanpa harus disuruhpun mereka sudah tau apa yang harus ia kerjakan dirumah. Bahkan Mamah, mengajarkan hal yang sama kepadaku, anak perempuan satu-satunya. Supaya anak perempuannya tidak jadi anak pemalas, biar jadi anak yang rajin kalau dirumah mertua, biar jadi anak mandiri karena jauh dari Mamah dan Bapak.
Perempuan memang harus dididik baik-baik sejak kecil, agar ketika ia tumbuh dewasa menjadi perempuan yang mandiri. Memahami #ArtiPerempuan, selayaknya perempuan pada umumnya, perempuan harus bisa masak, perempuan harus telaten mengurus rumah, perempuan harus rajin, dan yang paling penting harus mandiri. Karena dengan terbiasa hidup mandiri, kamu akan terbiasa pula saat kamu bersama keluarga kecilmu kelak.
Semoga ceritaku ini menginspirasi Perempuan-perempuan Indonesia untuk bisa hidup Mandiri.