Hari Ibu..
Ketika Hari Ibu tiba, dalam benakku selalu terlintas Mamah dan Nenek. 2 orang wanita yang banyak mengajarkanku tentang kemandirian dan tanggung jawab. Mamah anak pertama dari Nenek, begitu juga dengan aku anak pertama dari Mama. Tanggung jawab sebagai anak pertama sangatlah besar didalam keluarga.
Nenek orangnya pekerja keras, meski tahun ini sudah memasuki usia 73 tahun (kalau gak salah) Nenek masih berjualan kembang di pasar. Nenek rela menginap di Pasar dan pulang seminggu 2 kali, semua itu demi mencukupi kebutuhan rumah. Aku sebagai cucu tidak bisa melarang Nenek untuk berhenti berjualan di Pasar, toh pada akhirnya aku belum bisa ngasih apa-apa ke Nenek.
Nenek punya alasan sendiri untuk tetap terus berjualan kembang di Pasar. Ia gak mau hanya duduk dirumah menunggu kiriman atau meminta uang dari anak-anaknya. Selagi ia masih kuat berjalan, Nenek belum mau berhenti ke Pasar.
Lain lagi dengan Mamah. Ia punya kisah yang hingga saat ini membuat aku terus bersemangat. Mamah dulu dilarang sekolah sama Nenek, anaknya gak boleh sekolah harus bantu-bantu di Pabrik Tahu, karena waktu itu Nenek dan Kakek baru merintis usaha Pabrik Tahu. Mamah yang waktu itu sudah lulus SD dan ingin melanjutkan ke SMP harus diam-diam masuk sekolah.
Mamah termasuk anak yang keras kepala, dilarang dan dimarahin gak boleh sekolah sama Nenek-pun Mamah tetap berangkat setiap pagi. Namun apa daya, awalnya saja sudah tidak diijinkan bersekolah tapi Mamah maksa akhirnya Mamah terpaksa putus sekolah karena Nenek tidak memberi uang untuk membayar sekolah.
Dan semenjak kejadian itu, Mamah bercita-cita jika sudah punya anak nanti anak-anaknya harus sekolah tinggi. Mamah benar-benar mewujudkannya.
Sejak tahun 2003, waktu itu aku kelas 2 SMP, kondisi ekonomi keluarga lagi krisis gak tau kenapa saat itu Mamah bertekad bekerja ke negeri orang hanya untuk bisa membiayai anaknya sekolah. Ya, agar anaknya bisa sekolah tinggi Mamah menitipkan aku dan kedua adikku di rumah Nenek. Di masa remaja, dan kedua adikku masih sangat butuh asuhan orang tua, kami bertiga harus rela ditinggalkan Mamah. Saat itu juga, kami bertiga harus belajar Mandiri. Apalagi hidup bersama Nenek yang galak.
Aku sebagai anak pertama, punya tanggung jawab untuk menjaga kedua adikku. Jauh dari kedua orang tua, membentuk kami bertiga menjadi sosok yang mandiri. Karena kami sadar perjuangan Mamah begitu besar, sebagai anak yang dibanggakan orang tua kami tak bisa membalas apa-apa kecuali memberikan hasil rapor yang bagus setiap akhir semester. Yang paling aku syukuri hingga saat ini adalah kami bertiga sama-sama punya kemauan untuk maju dalam dunia pendidikan, dan Mamah mendukung kami dengan membiayai sekolah.
Mamah membuat kami bertiga terus bersemangat, kami bertiga gak ingin mengecewakan Mamah yang udah berjuang membiayain sekolah. Mamah begitu menginspirasi aku dan juga kedua adikku, karena Mamah gak pernah ngeluh. Mamah memberikan energi positif kepadaku, jadi anak pertama itu punya tanggung jawab yang besar, kalau belum mandiri dan masih manja-manjaan mau jadi apa nanti ke depannya.
Jadi anak pertama itu harus bisa membanggakan orang tua, apalagi jadi anak perempuan. Esok, anak perempuan juga akan mengurus rumah tangganya, mengurus anaknya dan mengurus suaminya. Aku harus bisa masak buat suami dan anakku, harus bisa pinter ngurus keuangan rumah, harus pinter mendidik anakku nanti. Semua itu berkat tinggal bersama Nenek, meskipun jauh dari Mamah tapi ia selalu ada di hati menjadi penyemangat hidupku.
Nenek dan Mamah sama-sama pekerja keras, rela jauh dari keluaga untuk kerja cari uang buat mencukupi kebutuhan rumah. Rela meninggalkan rumah agar anaknya bisa makan makanan yang bergizi, bisa sehat dan bisa sekolah.
Foto Kakek dan Nenek
kamu mirip sama nenekmu mar..
hihihi.. tinggal sama nenek jadi keliatan mirip ya 🙂
Mariana mirip banget sama Nenek ya 🙂
Dua wanita yang diceritakan Mariana sangat menginspirasi.
makasih teh 🙂
“Aku harus bisa masak buat suami dan anakku” —ehem…
harus bisa dong kang 🙂